|
|
Tahun demi tahun berlalu, dan aku terus melewati
hari-hari bersama adik kecilku yang lucu. Semakin bertambahnya rasa sayangku
kepadanya, semakin sering pula aku merawatnya. Bahkan untuk mengurusnya,
mungkin bisa dibilang lebih sering aku dibandingkan dengan ibuku. Kebahagiaanku
tidak berhenti cukup sampai disitu. Kini adik kecilku semakin lancar untuk
merangkak. Pernah suatu hari di benakku terlintas untuk berbuat iseng kepadanya,
bola yang jadi permainan dia setiap hari dan yang selalu dilempar-lemparkannya
setiap hari itu dengan sengaja aku rebut dari tangannya. Dengan suara lantang
dan keras layaknya seorang rocker, dia menangis sekencang-kencangnya. Sontak
aku kaget dan langsung menjatuhkan bola tersebut, tiba-tiba dia merangkak cepat
dan datang ke arahku untuk mengambil bola kesayangannya itu. Dalam hati aku
tertawa senang karena sudah melihat adik kecilku itu menangis dan merangkak di
depanku. Entah lututnya lecet atau tidak itu bukan urusanku.
Sungguh
bahagianya aku memiliki seorang adik seperti dia. Badannya yang putih dan
sedikit gemuk itu mengingatkan aku pada seekor hewan yaitu sapi. Karena begitu
gemesnya aku dengannya, setiap dia ada di dekatku, aku selalu mencubiti pipinya
yang cabi itu. Kalau tidak sampai nangis aku tidak akan melepaskan cubitanku di
pipinya itu. Kepalanya yang botak dengan rambut sedikit mengingatkan aku pada
sebuah makanan tradisional khas jawa yaitu apem. Sosok adikku memanglah sosok
adik kecil yang bantet tapi selalu membuat kangen orang-orang di sekitarnya.
Alif,
itulah nama adik kecilku. Setiap malam yang selalu dia lewatkan bersamaku,
seakan membuat dia semakin ingin terus dan terus berada di dekatku. Ketika aku
sedang asyik melihat televisi, dia selalu menggangguku. Ketika aku sedang asyik
tiduran, dia juga selalu menggangguku. Ketika aku makan diapun juga selalu
merebut makanan dariku. Sedikit kesal dengan tingkah lakunya, tapi walaupun
seperti itu adanya dia tetap adik kecilku yang lucu.
Waktu
telah lama berlalu dan kini adik kecilku sudah semakin dewasa. Kini dia sudah
bida berjalan dengan lancar. Kini dia sudah bisa berbicara walaupun terkadang
setiap kata-kata yang keluar dari mulutnya itu susah untuk dimengerti. Semakin
dia bisa berjalan dengan lancar, semakin bertambah pula kenakalan-kenakalan
yang dia lakukan di rumah. Karena begitu nakalnya dia di rumah sampai-sampai
semua orang di rumahku selalu dibuat mengeluh karena ulahnya. Tetapi terkadang
dia juga bisa anteng berdiam diri walaupun hanya pada saat dia tidur saja.
Gemuk, lucu, nakal, ngangenin, semua ada pada diri adik kecilku itu.
Setiap
hari adik kecilku itu selalu mengganggu ibuku yang sedang repot mengerjakan
pekerjaan rumahnya. Krena terlalu seringnya adikku menggangu, terkadang ibu
memarahinya sampai dia menangis dengan wajah yang lucu dan mata agak
disipit-sipitkan. Memang adik kecilku itu sangat nakal di rumah. Tapi senakal
apapun dia di rumah, dia adalah anak yang pemalu. Jika bertemu dengan orang
yang belum begitu familiar dengannya, dia selalu mengumpat di belakang pantat
ibu. Kadang ia juga selalu minta gendong ibu. Mungkin karena usianya yang masih
terlalu kecil dia jadi pemalu. Tapi kelak jika dia sudah menjadi dewasa, aku
ingin sosok adik kecilku ini menjadi sosok orang yang kuat dan tangguh dalam
menjalani kehidupan yang keras seperti sekarang ini. “Aku ingin sosok adik
kecilku ini kelak menggantikan posisi kepresidenan di negara kita tercinta ini.
Hahahaha”, tegasku dalam hati. Karena begitu bangga dan senangnya aku akan
kehdirannya itu, aku selalu ingin menyenangkan dia di setiap hari-hari yang dia
lalui bersamaku. Aku selalu membelikan dia jajanan-jajanan sekolah. Aku selalu
bermain dengan dia. Dan aku selalu mengalah dalam hal apapun dengan dia.
Hal
yang paling aku senangi adalah ketika ada saudara-saudaraku berkunjung ke
rumah. Yang ada di benak mereka adalah melihat tingkah laku adik kecilku yang
menggemaskan itu. Kakak sepupuku Ari dan Dian, jika berkunjung ke rumah yang
pertama kali ditanyakan adalah si gendut Alif, itulah panggilan akrab mereka
untuk adik kecilku. Kakak sepupuku yang bernama Dian yang paling sering bermain
dengan adikku Alif. Jika sudah bermain dengannya, mereka seakan lupa waktu.
Lari sana-sini, lempar-lempar sana-sini, teriak-teriak, seakan rumah ini
menjadi sarang teroris yang sedang diserbu oleh densus 88. Tapi walaupun begitu
rasanya menyenangkan. Karena adanya sosok adik kecilku Alif inilah suasana di
rumah jadi tidak sepi dan sunyi seperti kuburan. Dia selalu membawa kebahagiaan
di rumah. Tetapi terkadang dia juga bisa menyebalkan. Apalagi ketika dia
bertingkah nakal, rasanya ingin mencubitinya dan memoles-moles kepalanya yang
botak itu. Tapi itulah anak kecil. Dunia mereka hanyalah bermain dan bermain.
Terkadang kurangnya wawasan dari para orang tua sungguh ironis. Ketika
anak-anak balita mereka bertingkah nakal, mereka selalu mencubiti dan
memukulinya. Padahal hal seperti itu tidak boleh dilakukan pada anak-anak
seumuran mereka. Bisa-bisa para orang tualah yang akan mendapatkan sangsi dari
komisi perlindungan anak.
Anak-anak
memang nakal karena itulah mereka disebut anak-anak. Kalau bukan anak-anak
tidak akan dibilang nakal. Tapi justru kenakalan-kenakalan anak-anak seperti
itulah yang bisa membuat para orang-orang dewasa bahagia. Karena kenakalan anak
kecil sangatlah lucu dan menggemaskan. Seperti halnya adik kecilku ini, kenakalan-kenakalan
yang dia buat selalu bisa membuat hati bahagia dan rasanya betah dan ingin
selalu berada di rumah. Kalau tidak ketemu dia sehari rasanya kangen setengah
mati.
Sayang
usiaku masih terlalu dini untuk memiliki seorang adik. Dikarenakan aku masih
duduk di bangku SMP, aku masih dalam pantauan ayah ibu. Aku masih belum bisa
bebas untuk kemana-kemana, tidak seperti kakak-kakak sepupuku yang sudah duduk
di bangku perkuliahan. Padahal aku ingin memanjakan adik kecilku. Aku ingin
mengajaknya bermain sana-sini. Aku ingin selalu mengajaknya jalan-jalan ke
tempat-tempat permainan anak-anak. Tapi sayang aku selalu tidak diizinkan ayah
ibuku untuk pergi terlalu jauh dikarenakan usiaku yang masih terbilang terlalu
dini untuk merawat seorang adik kecil seperti dia. Yang bisa aku lakukan
hanyalah menyenangkan adik kecilku di rumah. Yag hanya bisa aku lakukan adalah
membuatnya bahagia dengan keberadaanku di rumah. Yang hanya bisa aku lakukan
hanyalah merawatnya di rumah. Untuk sekarang ini hanya itu yang bisa aku
lakukan untuk membahagiakan adik kecilku yang lucu itu. Tapi kelak nanti jika
aku sudah dewasa, aku ingin membahagiakan dia dengan cara yang berbeda. Yang
pasti adikku akan selalu aku manjakan agar dia selalu merasa bahagia memiliki
seorang kakak seperti diriku. Itulah tugas seoramg kakak seperti diriku ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar